Pada April 2021, saya melahirkan anak ke-dua saya melalui operasi caesar yang dikarenakan keadaan darurat. Waktu itu ketuban saya pecah dan sudah mau habis sedangkan posisi janin kurang optimal dan kontraksi tidak teratur, sehingga saya dijadwalkan untuk langsung caesar siang itu juga. Saat itu usia kehamilan sudah 39 minggu, dan tidak ada kondisi kesehatan yang mengkhawatirkan, sehingga prosesnya bisa segera dilaksanakan. Alhamdulillah proses melahirkan berjalan lancar, dan tiba saatnya untuk menyusui anak saya. Singkat cerita, dari sejak melahirkan sampai sekarang, alhamdulillah saya masih full menyusui ASI kepada anak saya. Tentu awalnya tidak mudah, dan saya masih mengalami berbagai macam kesulitan, yang akan saya ceritakan di postingan ini.
Sebelumnya, saya memiliki pengalaman menyusui anak pertama yang sangat "berkesan", karena saya sangat struggling saat itu sampai mengalami baby blues. Dulu saya tidak terlalu mempersiapkan ilmu mengenai menyusui, karena saya hanya mempersiapkan kelahiran sang anak. Saya hanya mengikuti kelas menyusui satu kali, tapi tidak membaca banyak hal ataupun buku tentang menyusui. Namun saya mencoba catch up dengan ilmu menyusui dan juga Alhamdulillah mendapatkan banyak dukungan baik dari suami dan konselor laktasi sehingga berhasil menyusui anak saya hingga dia menjelang dua tahun.
Pada anak ke-dua ini, saya belajar kembali mengenai menyusui dan mempersiapkan dengan sebaik mungkin agar saya tidak 'trauma' kembali, karena dulu Afka sempat dehidrasi dan harus dirawat di rumah sakit karena belum bisa menyusui. Saat hamil anak kedua, saya juga menyempatkan diri untuk berkonsultasi dengan konselor laktasi di usia kehamilan sekitar 36 minggu. WHO sendiri telah merekomendasikan 7 kontak pertemuan kepada ahli laktasi untuk kesuksesan menyusui, salah satunya adalah pada saat masih hamil usia 28 dan 36 minggu.
Nah, karena sudah berkonsultasi dan mempersiapkan dengan cukup baik, saya mempersiapkan "alat tempur" menyusui untuk dibawa ke tempat bersalin. Kalau dulu, boro-boro bawa barang-barang di bawah ini, pompa ASI aja belum punya, hehe.
Alat-alat menyusui yang saya siapkan sebelum melahirkan di rumah sakit adalah sebagai berikut:
1. Breastpump - untuk memompa ASI tentu saja.
2. Cup Feeder & Spoonfeeder - untuk memberi ASI ke bayi (tidak disarankan dot).
3. Nipple Puller - untuk mengeluarkan puting, kebetulan saya flat nipple/puting datar.
4. Nipple Shield - untuk membantu apabila terjadi lecet puting, juga membantu awal perlekatan menyusui.
5. Nipple Butter - untuk mengatasi kulit puting pecah-pecah.
6. Plastik ASI kecil - untuk menampung ASI perah.
7. Cooler bag plus ice pack - untuk menyimpan ASI perah sementara apabila tidak ada kulkas.
Selain itu, saya juga membawa beberapa asupan untuk menyusui untuk melahirkan di rumah sakit. yaitu berikut ini:
1. Kurma
2. Madu
3. Kacang Almond
4. Susu Almond
5. Multivitamin kehamilan dan menyusui - bisa juga pakai tablet booster ASI pilihan, atau obat dari resep konselor laktasi
6. Air putih - dalam botol besar, agar bisa menghitung jumlah asupan minum
Apapun bentuk suplemen atau asupan yang dikonsumsi, efeknya beda-beda di setiap orang. Jadi, bukan berarti list ini adalah keharusan ya. Ini hanya ikhtiar aja agar saya lebih merasa berusaha dan bisa berhasil menyusui, karena pengalaman saya yang kurang baik di awal menyusui anak pertama. Asupan di atas juga merupakan hal-hal yang cocok untuk saya dan sudah sehari-hari dikonsumsi di masa kehamilan, jadi bisa sesuaikan dengan kebutuhan masing-masing ibu.
Nah itu adalah barang-barang yang saya bawa, lalu bagaimanakah pengalaman menyusuinya?
Berikut ini cerita saya di hari-hari pertama menyusui anak ke-2.
Hari Ke 0 - 1 - ASI belum keluar
Menyusui dan memompa sesering mungkin
Saya tidak menjalani IMD atau
Inisiasi Menyusu Dini, karena alasan dari rumah sakit untuk proteksi covid19. Meski menurut saya kurang make sense, tapi yasudahlah hehe. Intinya saya baru dibolehkan bertemu babyE setelah 6 jam sejak melahirkan. Saat bertemu, babyE langsung saya tawari menyusu. Alhamdulillahnya, adik sangat pintar menyusu, perlekatan menyusuinya baik, dan saya juga langsung berani dan sudah bisa memposisikan bayi dengan baik meskipun saya memiliki flat nipple, tapi sudah tau triknya berdasarkan pengalaman menyusui pertama, hehe. Juga terasa beda sekali dengan Afka yang dulu memiliki
tongue tie dan sangat susah untuk melakukan perlekatan.
Tapi sayangnya, ASI saya belum keluar sama sekali. BabyE mengenyot tapi tidak ada bunyi "glek", dan kemudian hanya mengempeng, padahal saya tau perlekatannya sudah sangat baik. Saya sudah menduga hal ini berdasarkan pengalaman menyusui pertama. Tapi karena saya baca referensi kalau hal ini masih normal terjadi di hari-hari pertama, saya tetap terus susui dan pompa saja untuk tetap memicu produksi ASI.
Di samping itu saya tetap makan yang bergizi dan makan minum 'superfood' yang telah saya siapkan di atas. Ternyata pihak rumah sakit juga memberikan vitamin pelancar ASI (mungkin biasa juga disebut booster ASI).
Tanpa pikir panjang, saya juga mencoba pompa setelah percobaan menyusui, bahkan melakukan
power pumping, hal ini untuk menstimulasi produksi ASI. Meskipun hasilnya seharian nihil benar-benar nihil, bahkan embun saja tidak ada, tapi saya masih optimis. Saat itu saya selalu percobaan menyusui dan pompa setiap 2 atau 3 jam sekali, meskipun capek, ngantuk, payudara nyeri dan hasil operasi masih sakit, tapi tetap merasa semangat karena tidak ingin gagal seperti dulu.
Hari Ke-2 - ASI masih belum keluar sama sekali
Makan, makan, makan.
Hari ini, seingat saya obat anti nyeri yang melalui infus sudah dihentikan dan diganti obat tablet. Rasanya sungguh nyeri sekali ketika efek dari obatnya memudar. Hari ini saya harus belajar berjalan, tapi benar-benar rasanya luar biasa. Adek masih belum mendapatkan ASI meskipun ia terus bersama saya dan selalu saya tempeli payudara.
Saya tetap melakukan pompa dan menyusui sesering mungkin. Ditambah saya juga langsung memperhatikan asupan makan. Saya habiskan semua lauk dan sayur yang disediakan rumah sakit, lalu saya juga makan kurma, madu dan kacang almond yang sudah saya siapkan dari rumah. Suami saya juga beli susu almond yang dijual di kantin RS. Selain itu saya juga minum air putih sampai 3 liter sampai saya selalu mengompol saat harus jalan ke toilet, hahaha.
Tapi sayangnya, ASI saya juga belum keluar. Menurut Obgyn dan DSA saya, tidak apa-apa, karena bayi masih punya cadangan makanan selama 3 hari. Ya, dulu saat menyusui anak pertama saya juga mengetahui hal itu, tapi dulu saya terlalu santai. Mentang2 bayi punya cadangan makanan tapi tidak menstimulasi menyusui dan memperbaiki perlekatan, hasilnya ASI tidak keluar dengan baik. Kali ini, meskipun dibilang begitu, saya tetap harus menyusui sesering mungkin dan menstimulasi pengeluaran ASI sebaik mungkin dengan memompa. #ambi wkwk
Tetap Room Sharing dan Skin to Skin
Dari segala referensi yang saya dapatkan, room sharing dan skin to skin berpengaruh kepada keberhasilan ASI khususnya di hari-hari pertama, jadi saya make sure agar babyE selalu berada di dekat saya. Meskipun saya belum bisa skin to skin secara optimal karena saya kurang nyaman untuk membuka pakaian agar bisa kulit bertemu kulit, tapi tidak apa-apa, hanya terus didekatkan dengan saya.
Karena saya tidak bisa mobile untuk bolak balik taruh bayi dari kasur ke crib, saya juga sering bed sharing. Bed sharing di RS? Mungkin ini adalah kelebihan saya yang berbadan kecil, jadi kasur rawat inap RS masih muat saya tiduri berdua dengan baby, dan bed nya juga ada pembatasnya sehingga tidak mudah jatuh. Mungkin bed sharing di kasur rumah sakit agak sedikit tricky dan berbahaya ya, tapi bisa minta bantuan yang menjaga untuk mengawasi. Namun kalau ragu, jangan ketiduran bersama bayi, tetap tidurkan di baby cribnya sendiri, yang penting tetap room sharing (jangan ditaruh di ruangan terpisah/"ruang bayi sehat").
Sering bangunkan bayi untuk menyusu
BabyE itu kecenderungannya tidur terus. Kata ibu saya yang dulu juga melahirkan adik saya setelah pecah ketuban, adik saya dulu juga begitu, tidur terus. Jadi, mau tidak mau saya harus rutin membangunkan babyE kira kira per 2 jam untuk menyusui, dilanjut dengan pumping. Saat malam pun saya tetap nyalakan alarm per 2 jam untuk menyusui babyE, supaya saya tidak ketiduran. Karena babyE kalau tidak dibangunkan kayaknya bakal tidur sepanjang malam deh.
Mana kalau dibangunkan tuh susah banget, lama, cuma ngulet-ngulet trus tidur lagi haha. Beda banget sama si kakak Afka yang dulu bahkan gak tidur-tidur karena rewel terus, ini malah tidur terus sampai saya merasa kok mengkhawatirkan, hahaha. Gimana sih, anak gak tidur khawatir, anak tidur terus juga khawatir :D
Hari Ke-3 - ASI masih belum keluar juga :"(
Hari ke tiga ini saya sudah diperbolehkan pulang. Tapi, sayangnya ASI saya belum juga keluar. SAMA SEKALI. BabyE sebenarnya mulai rewel, tapi dia tipe bayi yang lebih kalem daripada Afka, jadi tidak banyak menangis dan itu menyimpan energinya. Dari hasil lab dan pengecekan dokter-nya, semua masih normal hanya bilirubin yang mulai sedikit lebih tinggi, tapi masih sangat normal. Sayangnya di RS ini tidak ada konselor laktasi, jadi saya tidak bisa berkonsultasi spesifik mengenai menyusui. Tapi ternyata di sini ada suster yang bisa melakukan breastcare.
Breastcare/Pijat Payudara
Breastcare ini adalah perawatan payudara dengan mengompres dan memijat payudara dengan teknik tertentu untuk melancarkan saluran ASI. Payudara dikompres air hangat dan dingin bergantian sebelum dipijat. Sebetulnya dari awal juga sudah coba pijat-pijat payudara tapi belum berhasil juga, jadi saya ingin coba breastcare karena manatahu ketika sudah di kompres akan lebih mudah keluar.
Sedikit cerita, saya menempati kamar rawat inap kelas sekian yang berisi pasien lain yang juga baru melahirkan. Bedanya, ibu yang disebelah saya sepertinya produksi ASInya sudah keluar meskipun (nguping percakapan dengan dokternya) tidak begitu lancar. Tapi anaknya itu mirip Afka, rewel banget semaleman, jadi mulai dehidrasi dan kuning (sama banget kayak Afka dulu hiks, pengen tiba-tiba nyamperin trus peluk ibu itu.)
Sejujurnya saya sedikit down sih, dari hari pertama ibu itu ASI nya udah keluar, bahkan bisa diperah. Namun entah produksinya yang belum cukup atau perlekatannya masih kurang bagus, anaknya masih rewel. Nah, ibu itu sebelum pulang dijadwalkan untuk breastcare dulu atas atas rekomendasi dokternya. Saya langsung ikutan dong, manggil suster dan tanya soal breastcare, dan susternya mau melakukan breastcare.
Dulu waktu lahiran anak pertama, saat dilakukan breastcare di hari ke 2, payudara saya sakiiit sekali, karena payudara sudah keras namun pengeluaran ASI belum maksimal. Setelah lahiran anak kedua, saat breastcare,payudara saya tidak sakit sama sekali kayak dulu waktu Afka, malah masih lembek banget hiks, sedih. Saya mulai berfikir apakah saya ASInya tidak ada? Karena ketika saya, dokter, suster memencet payudara saya, belum ada setetespun yang keluar. Di sini ujian saya, dan mungkin ujian semua ibu yang mengalaminya. Di sini adalah titik di mana keputusan seorang ibu bisa berakhir dengan "ASI saya tidak ada" for the rest of her life.
Di sini ujian saya, dan mungkin ujian semua ibu yang mengalaminya. Di sini adalah titik dimana keputusan seorang ibu bisa berakhir dengan "ASI saya tidak ada" for the rest of her life.
Tapi yang kemudian segera saya lakukan adalah..
Konsul Online AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia)
Karena di RS saya bersalin tidak ada konselor laktasi, dan konselor laktasi yang bisa saya temui baru ada hari jumat (saat itu Rabu), jadi saya memutuskan untuk segera konsultasi online dulu. Kebetulan saya tahu AIMI menyediakan konsultasi online dengan konselor laktasi. Sebenarnya, kalau saja tidak pandemi, AIMI bisa melakukan home visit untuk konsultasi laktasi. Tapi online saja sudah cukup. Karena saya di Bandung, saya langsung menghubungi
@aimi_jabar.
Alhamdulillah saat itu langsung mendapatkan kontak WA konselor laktasi, dan bisa bertemu di Zoom saat malam hari itu juga setelah saya sampai rumah. Kemudian saya dievaluasi perlekatannya dan cara memegang bayinya, tentu dengan keterbatasan gambar di Zoom, tapi menurut saya masih sangat membantu. Karena babyE yang keseringan tidur, saya juga diminta untuk membangunkan menyusu tiap 1,5 jam. Selain itu saya juga disarankan untuk rajin melakukan breastcare dan pijat oksitosin (oleh suami).
Saya sangat merekomendasikan konsultasi dengan AIMI, segera deh simpan nomor telepon AIMI sesuai daerahnya :)
Prepare plan B - ASI Donor atau Formula?
(Ini sudah dipertimbangkan dari sebelum melahirkan).
Mohon maaf ya, ini bukan untuk mematahkan semangat para ibu untuk mengASIhi ya. Jadi tolong dibaca dulu sampai bawah, hehe
Di anak ke-dua ini, meski saya berusaha untuk bisa full ASI sejak awal, saya cukup terbuka dan ikhlas jika harus mengonsumsi susu formula untuk sementara. Karena daripada babyE dehidrasi dan dirawat, tetap saja bakal disuplementasi susu formula juga di RS seperti kakaknya dulu. Jadi, saya sangat terbuka apabila saya harus memberikan susu formula beberapa hari, tentunya saya mengkonsultasikan hal ini kepada dokter anak dan konselor laktasi AIMI.
Di pertemuan zoom, saya bilang kalau sudah beli susu formula untuk jaga-jaga. Ini rencana saya, kalau besok pagi ASI saya belum keluar juga sama sekali, saya akan langsung beri susu formula. Tapi sebagai suplementasi saja ya, yang kira-kira bakal saya lepas ketika ASI saya sudah keluar, mungkin 1-3 hari, makanya saya beli susunya yang kecil aja. Kata dokter, kalau sudah lebih dari 72 jam belum keluar juga, tidak apa-apa jika ibu merasa harus diberi susu formula.
Kenapa tidak ASI donor?
Pada saat konsul laktasi saat hamil, saya bertanya apakah saya bisa menyiapkan donor ASI untuk kondisi saya seperti ini. Tapi karena ini masa pandemi, sulit untuk mendapatkan donor, dan justru lebih aman jika diberikan formula saja. Lagipula lembaga donor ASI di Indonesia seperti
Lactashare memprioritaskan donor untuk yang benar-benar membutuhkan seperti ibu meninggal atau sakit, dan saya juga tidak punya kerabat yang bisa mendonorkan ASI.
Sebenarnya saya yakin ASI saya pasti keluar dan cukup, tapi mungkin telat, dan saya tidak tahu kapan mulai akan cukup karena memang mungkin proses hormonal saya yang lambat atau entah bagaimana. Karena saya pernah punya PCOS saat sebelum hamil dan bisa juga ini karena efek operasi caesar/pecah ketuban dini. Meski saya tidak tahu dan tidak diberitahu oleh tenaga medis secara pasti, ada sedikit overthinking kalau kesulitan saya dalam mengASIhi itu diebabkan oleh faktor-faktor tersebut.
Tapi cukup overthinkingnya, tetap usaha dulu..
Skin to Skin terus...
Karena sudah di rumah, saya merasa lebih bebas untuk tidak berbusana atas untuk melakukan skin to skin. Sebelumnya, saya sempat mengirim DM ke instagram dokter Risya
@seriousya untuk berkonsultasi (dokter, terima kasih ya sudah menjawab :") . Saya menceritakan proses kelahiran dan struggle serta usaha menyusui saya, kemudian saya diminta untuk terus skin to skin agar hormonnya stabil. (Anyway, saya baru tau dokter Risya ada di aplikasi Halodoc, jadi kalau butuh bantuan bisa menjangkau beliau via Halodoc. Plus ada banyak konselor laktasi lain di halodoc sekarang, keren ya!)
Di rumah, saya mencoba skin to skin sebanyak mungkin. Hal ini juga yang mungkin membuat kondisi babyE masih stabil, meskipun belum dapat susu setetespun. Tidak demam dan rewel karena selalu saya peluk. Beda dengan Afka dulu dimana sejak awal selalu dibedong bahkan saat menyusui, dan taruh di box bayi. Dulu itu saya skeptis sama yang namanya skin to skin, kayak gak mungkin bisa ngaruh, tapi ternyata memang kelekatan ibu dan anak sangat berpengaruh pada kondisi kesehatan anak juga, bahkan ibu!
Hari ke 4 - ASI keluar setitik ketika payudara diperah.
Qadarullah, akhirnya saya tidak perlu pakai susu formula yang saya beli itu. Meskipun ASI hanya terlihat setitik dan belum mengalir saat dipompa, saya optimis cukup, saya susui terus saja babyE karena sudah mulai ada ASInya, perihal cukup tidak cukup masalah nanti, yang penting susui terus jangan lengah, jangan malas. Now or never. BabyE pun terlihat cukup bisa menyusui dengan baik. Ingat, lambung bayi juga masih sangat kecil, sebesar kelereng, sehingga belum perlu ASI yang banjir.
Pede banget ya? huahaha. Padahal benar-benar baru keluar setitik, iya, cairan yang kelihatan bening kalo keluar dari puting. Netes aja engga hehe, tapi karena baby perlekatannya bagus, saya yakin dia sudah bisa meminum sebagian dari ASI yang keluar itu, beberapa kali juga sudah mulai terdengar "glek" saat babyE menyusu.
Tidak menerima tamu.
Untungnya saat ini pandemi, tidak ada tamu! Saya juga mewanti2 keluarga kalau datangnya nanti saja kalau sudah berhasil menyusui (kecuali orangtua yang membantu saya menjaga Afka karena saya harus fokus dulu dengan babyE).
Ini penting! Keberadaan tamu menurut pengalaman saya bisa berpengaruh ke keberhasilan menyusui. Kadang kalau ada tamu malah jadi ingin menunda menyusui karena tidak nyaman. Apalagi jadi tidak bisa skin to skin. Di rumah saya bisa telanjang dan skin to skin sepuasnya. Bila proses menyusui belum lancar, saya sarankan jangan menerima tamu dulu.
Nah, untuk yang ingin mengunjungi ibu yang baru saja melahirkan, mohon diingat untuk jangan terlalu lama mengunjunginya, karena ibu baru masih harus sering menyusui bayinya. Paling aman berkunjung setelah 7 hari lebih (atau seizinnya).
Hari ke-5 - ASI 'basah' saat dipompa
Alhamdulillahnya, saya merasa hari ini ASI saya sudah mulai lebih banyak. Jadi saat di pompa, sudah lebih basah corongnya. Meskipun belum mengalir banyak, beda dengan kemarin yang kalau dipencet masih keluar setitik saja di puting.
Berkunjung ke Konselor Laktasi
Hari sebelumnya saya langsung mendaftar konselor laktasi di RS yang biasa saya datangi. Beliau adalah dokter Stella Tinia
@stellatiniaibclc, beliau yang dulu juga membantu saya untuk menyusui Afka.
Saat itu babyE ditimbang 3.1 kg berat badannya, dari yang saat lahir 3,6 kg, kemungkinan ada perbedaan timbangan juga karena beda RS. Jujur itu jauh banget penurunannya. Saya dalam hati panik banget sebenarnya, tapi saya tetap optimis karena babyE tidak demam, meskipun mulai terlihat kuning.
Saat diperiksa, untungnya babyE tidak ada tanda dehidrasi. Tanda dehidrasi itu seperti bibir kering, tangisan tanpa air mata, dan kulit tidak kembali jika dicubit, dan bisa terjadi demam. BabyE hanya terlihat sedikit kuning dan untungnya masih mau menyusu, meski dia memang harus dibangunkan karena kecenderungan untuk tidur.
Saat dievaluasi menyusuinya, saya seperti sudah lulus ujian, haha. Posisi menyusui saya sudah bagus gak dibetul-betulkan, beda sama dulu waktu konsul sama Afka yang harus dibetulkan berkali-kali sama dokter. BabyE juga melekat sempurna karena babyE tidak ada tongue tie maupun lip tie. (Kalau kakak Afka dulu harus insisi tongue tie agar bisa menyusui, dia juga ada lip tie tapi tidak diinsisi)
Saat payudara saya diperiksa oleh dokter dan dipompa, memang kata dokter sudah ada ASInya, tapi belum terasa bengkak dan keras payudaranya. Biasanya mungkin pada hari sekian ini ibu2 sudah mulai mengalami pembengkakan payudara karena produsksi ASI yang mulai lancar, tapi saya berbeda. Hal ini sepertinya ada pengaruh juga dari proses melahirkan saya yang mendadak karena pecah ketuban sehingga hormon saya singkatnya 'seakan' belum siap menyusui. Tapi tetap BISA, insyaAllah.
Alhamdulillah setelah dievaluasi, produksi ASI saya sudah cukup. Saat itu di payudara kiri bisa dipompa sekitar 15 ml, dan diasumsikan di kanan babyE sudah menyusui 15 ml juga (DBF), dan tinggal ditambah yang sudah dipompa. Cukup karena lambung bayi masih kecil.
Dan iya, produksi ASI saya memang masih sesedikit itu, saya bukan tipe yang banjir ASI, tapi itu bukan hal yang langka. Banyak yang mengalami hal ini juga, dan bukan menjadi penghalang saya untuk menyusui.
Suplementasi dengan ASI Perah
Untuk selanjutnya, demi mengejar BBnya yang turun, saya disarankan untuk terus kasih double asupan dengan ASI perah, jadi saat menyusui, saya bisa sambil memompa payudara sebelah atau pompa setelah menyusui, lalu kemudian ASI perah diminumkan ke bayinya juga. Tidak perlu di tambah sufor (untuk kasus yang ASInya ternyata masih kurang, biasa di suplemental dengan susu formula dulu).
Karena babyE setelah DBF suka tidur, saya sampai harus menyuapinya dengan sendok/cup feeder selagi ia tidur, perlahan-lahan agar dia tidak tersedak. Minimal kenaikan BB bayi 200 gr per minggu jadi saya juga harus pantau BB nya dari rumah, dengan ditimbang saat baby tidak berpakaian.
Selain itu saya juga diresepkan Domperidone, obat galaktogogue untuk melancarkan produksi ASI. Ini harus sesuai resep dokter ya, saya tidak share dosisnya. Tidak semua harus menggunakan obat ini, tapi mungkin karena BB bayi saya yang sudah turun jauh, jadi urgent untuk menambah supply ASI saya secara cepat.
Hari ke-6 dan selanjutnya - ASI mulai lancar (Alhamdulillah)
Hari ini jadwal kontrol ke dokter anak. Sebetulnya saya panik sekali, takut kalau ternyata babyE harus di fototerapi (disinar) kayak Afka waktu itu karena kadar bilirubin yang tinggi. Selama saya menunggu dokter, saya benar-benar deg-degan dan khawatir. Penurunan BB babyE juga jauh, lebih dari 10%, meskipun ia tidak demam dan tidak begitu kuning. Ia juga tidak menunjukkan gejala dehidrasi seperti bibir kering dan tidak ada air mata seperti kakaknya dulu. Meski memang pipisnya sendiri mulai ada bercak merah bata sedikit sejak hari ke tiga, tapi saya merasa itu tidak apa-apa karena frekuensi BAK dan BAB babyE masih normal.
Saya masih optimis karena payudara saya juga mulai berasa mengeras dan membesar dan ASI sudah lebih lancar, ditandai dengan babyE yang menyusu sudah cukup lama dan puas.
Menyusui untuk menghilangkan kuning
Saat diperiksa dokter, alhamdulillah katanya babyE tidak ada masalah, karena BBnya juga sudah mulai naik dan dia masih mau menyusu dengan rutin. Saat itu untuk memastikan kadar kuningnya, babyE harus cek darah, waktu itu billirubin dia 12 dari yang seharusnya normalnya 10. Tinggi tapi alhamdulillah masih bisa dirawat di rumah dengan menyusui sebanyak mungkin (bukan dijemur saja ya, dijemur itu sebenarnya untuk mendapatkan vitamin D, bukan untuk mengurangi kuning).
Sebenarnya babyE dari kemarin pipisnya ada bercak merah bata-nya, namun hal ini ternyata masih normal untuk bayi newborn, bahkan bisa berlangsung sampai beberapa minggu. Memang itu tanda dehidrasi ringan karena ASI belum lancar, tapi selama tidak demam dan mengalami tanda kegawatan lain tidak apa-apa. Alhamdulillah besoknya juga ASI semakin lancar dan pipisnya menjadi lebih sering dan bercak batanya sudah hilang di popok. Ohiya, ada yang menurut saya penting. Di seminggu pertama saya menggunakan popok kain, bukan clodi, untuk menghitung pasti berapa kali BAK bayi, karena ini penting untuk melihat kecukupan ASI.
Di seminggu pertama saya menggunakan popok kain, bukan clodi/pospak, untuk menghitung pasti berapa kali BAK bayi, karena ini penting untuk melihat kecukupan ASI.
Mengejar BB yang turun
Alhamdulillah sampai sekarang babyE masih menyusui dan berhasil mengejar BB nya yang turun. Awalnya 3,65 kg, turun menjadi 3,1 kg dan di usia 1 bulan menjadi 4,5 kg. Yang penting naik sesuai KMS kalau saya, dan malah ini udah lebih dari cukup. Kemudian juga alhamdulillah babyE tidak harus dirawat seperti Afka dulu, karena itu dulu adalah pengalaman yang traumatis bagi kami, huhu.
Semoga babyE dan bayi-bayi lain terus bisa mendapatkan ASI yang cukup sampai 2 tahun. Aamiin.
***
Hari-hari pertama melahirkan itu sangat-sangaaat berpengaruh pada keberhasilan ASI jangka panjang. Padahal hari-hari pertama melahirkan itu ibu masih sangat rentan karena baru saja melahirkan, capek, sakit, ngantuk, dan mengalami perubahan hormon yang sangat dahsyat. Maka dari itu, sebaiknya persiapkan dan berdayakan diri untuk menyusui dari sebelum melahirkan. Misalnya sudah berkunjung ke konselor laktasi, siapkan to do list, apa saja yang harus saya lakukan jika ASI tidak bisa keluar, menyiapkan kontak AIMI, prepare alat ASI, dan sebagainya. Jangan malu untuk "overpreparation" atau takut dikira "ASI garis keras", dan jangan lupa minta dukungan orang-orang disekitarnya juga seperti suami dan keluarga.
Di hari-hari pertama melahirkan ini ada namanya proses
Laktogenesis II (bisa di klik untuk tahu lebih lanjut). Di proses ini, stimulasi produksi ASI sangat menentukan produksi ASI hingga jangka panjang, jadi kalau di tahap ini tidak dimaksimalkan dengan baik, produksi ASI bisa menurun bahkan terhenti. Inilah makanya intervensi susu selain ASI berdampak cukup besar untuk di hari-hari pertama, dan rentan sekali terjadi kesimpulan "ASI tidak ada".
Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan sebagai tambahan cerita saya di atas:
1. Kondisi anak berbeda
Anak yang lahir cukup bulan, dengan prematur, yang lahir dengan berat 3 kilo, dan yang 2,5 kilo, bisa berbeda kondisinya. BabyE lahir dengan berat yang cukup besar, sehingga mungkin dia lebih bisa stabil kondisinya ketika berat badannya turun. Beda sama Afka dulu yang lahirnya tidak sampai 3 kilo, dia lebih cepat dehidrasi dan kuning.
Selama saya belum bisa menyusui, saya selalu berkonsultasi apakah kondisi babyE masih aman atau tidak tanpa ASI. Ikuti kata hati ibu serta berdayakan diri. Banyak yang akan menjatuhkan ibu di hari-hari pertama ini untuk berhenti mengusahakan ASI, dan banyak yang membuat ibu sangat-sangat tidak percaya diri dan merasa gagal sebelum waktunya. Percayalah, saya pernah di tahap itu, hehe.
Memang bayi baru lahir pasti akan turun berat badan, tapi rata-rata maksimal 10% saja. Saya juga sebenarnya khawatir sih, babyE turunnya lebih banyak dari itu, tapi menurut dokter anak saya, tidak apa-apa karena babyE masih stabil dan tidak menunjukkan tanda kegawat daruratan. Selalu cek tanda kecukupan ASI ya. Kalau ASI belum keluar dan anak sudah menunjukkan tanda gawat darurat, segera bawa ke dokter yaa!
2. Kuncinya ada di perlekatan menyusui
Sejak awal menyusui, sesegera mungkin dapatkan perlekatan menyusui yang baik. Tanda bayi tidak melekat dengan baik, payudara pasti perih sekali ketika menyusui. Jika tidak bisa melekat dengan baik, bisa kemungkinan terjadi banyak hal, bayi dehidrasi, rewel, dan payudara ibu yang tidak lancar saluran ASInya. Kalau di awal babyE tidak memiliki perlekatan yang baik, mungkin saya tidak akan percaya diri membiarkan babyE belum mendapatkan ASI sampai hari ke 4. Segera cari bantuan untuk bayi bisa melekat ke payudara dengan baik, segera cari konsultasi dengan konselor laktasi untuk bisa teridentifikasi masalahnya, apakah ada tongue tie, atau masalah puting seperti inverted nipple.
Saya rekomen sekali dengan konsul online AIMI :)
3. Saya tidak tahu pasti penyebab ASI saya terlambat
Ada banyak hal yang mungkin membuat saya terlambat memproduksi ASI, atau kalau saya baca, namanya Delayed Lactogenesis II. Hal ini bisa disebabkan karena faktor seperti diabetes, hipotiroid, obesitas, persalinan caesar, dan entah apa lagi. Tapi saya sendiri tidak tau apakah saya memiliki kondisi seperti itu karena tidak pernah melakukan pengecekan. Saya sendiri memang obesitas sih tidak seperti dulu saat anak pertama, tapi Alhamdulillahnya saya masih bisa mengatasi masalah ASI, dan banyak juga ibu dengan masalah kesehatan tetap bisa memproduksi ASI dengan cepat, jadi faktor-faktor penyakit itu ya belum tentu juga menghalangi. Biasanya saya overthinking, tapi kali ini saya selalu mencoba optimis hehe.
Apabila sebelum hamil atau melahirkan ibu sudah memiliki kondisi/penyakit tertentu, ada baiknya disampaikan juga kepada konselor laktasi untuk mengantisipasi terjadinya masalah produksi ASI. Dan apabila ternyata mengalami masalah yang serupa dan tidak ada jalan keluarnya, ada baiknya juga melakukan pengecekan untuk penyakit-penyakit tersebut atau melakukan perubahan gaya hidup lebih sehat. Karena sebenarnya hanya sedikit sekali ibu di dunia yang benar-benar tidak bisa menghasilkan ASI, seperti ibu dengan kanker atau yang jaringan ASI nya tidak berkembang.
Kenapa saya share pengalaman ini?
Karena mana tahu ada yang sedang, pernah, atau akan mengalami hal yang mirip dengan kondisi saya. Dulu di saat struggling menyusui Afka, persis saat sedang menangis sambil memompa saat Afka sedang disinar di RS, saya kebetulan (Qadarullah) membaca cerita menyusui di Instagram mak Citra @olevelove dan @asiku.banyak yg suka sharing ilmu ASI. Kebetulan ceritanya sangat persis, bayi pernah dehidrasi, hyperbillirubin dan harus dirawat, kesulitan menyusui dan segala macam. Belum lagi akun cici asiku.banyak yang informatif a-z tentang masalah menyusui yang saya baru tahu sebelumnya, dan sejak itu saya juga jadi tahu solusi-solusi permasalah ASI. (Untuk mak Citra dan cici asiku.banyak terima kasih banget sharingnya, pahala mengalir untuk kalian..*kiss.)
Jadi, manatahu ada 1-2 ibu yang sedang down atau hampir menyerah dan kebetulan membaca blog ini dan ceritanya mirip, siapa tahu mendapatkan insight dan bangkit lagi. Karena punya teman seperjuangan itu menenangkan sekali :)
Untuk para pejuang menyusui.. you are not alone..
Terima kasih yang sudah baca sampai akhir!
NB: Mohon maaf jika ada salah kata atau menyinggung yaa. Hanya sharing dan tidak bermaksud jelek dalam bentuk apapun..