PENGALAMAN SELAMA SATU MINGGU ZERO WASTE pt. 2
Tahap 1. Memilah Sampah
This is a MUST. Saya benar-benar amazed, ketika kita mulai memilah sampah, kita menjadi lebih aware terhadap jumlah sampah kita, jenis sampah kita dan printilan sampah kira. Saya belajar bahwa sebenarnya saya cukup banyak membuang bahan makanan, apalagi nasi karena nasi cepat mengeras di permukaan magic jar. Kemudian saya juga jadi lebih aware untuk menghabiskan makanan, dan menolak makanan yang pada akhirnya tidak akan saya makan (contoh: tomat, nangka, lalapan).Food waste is the most riddiculous waste. - anonym
Saya juga mulai belajar meal prep, bisa dibaca di sini. Seringkali dengan alasan bahan makanan belum diolah dan saya buru-buru, akhirnya jadi malas masak dan akhirnya bahan makanan tersebut jadi cepat busuk dan dibuang. Dan itu yang selama ini saya sayangkan huhu, maafkan saya, makanan..
Tahap 2. Mengganti Produk Sekali Pakai dengan Produk Sustainable
Alhamdulillah, ternyata banyak juga usaha lokal yang memproduksi barang-barang package free dan sustainable. Saya sampai buat listnya untuk referensi saya pribadi. Dengan membeli produk-produk sustainable ini, dalam seminggu saya bisa mengurangi cukup banyak sampah terutama plastik dan kantung plastik. Contoh barang itu adalah sedotan stainless, beeswax wrap, produce bag, sikat gigi bambu, cotton pad, food container, dsb. Jenis-jenis produk sustainable saya share di post ini.Tahap 3. Membuat Kompos
Nah, ini yang saya masih bingung caranya dan belum siap. Pasalnya, saya dan suami masih belum klop dan masih struggle dalam transisi memilah sampah. Kalau harus ditambah dengan membuat kompos kayaknya masih terlalu beban untuk kami. Saya putuskan untuk pending dulu, karena jujur sepertinya saya tidak bisa melakukannya sendiri, minimal saya butuh suami yang sigap untuk bantu saya membuat kompos. Saya juga ingin mencari komunitas atau mentor untuk membuat ini, karena saya masih belum tahu proses dan hasil akhirnya harus diapakan :")Tahap 4. Menolak Produk Berkemasan
Susah? Lumayaan. Masalahnya, di Indonesia ini hampir tidak ada yang namanya Bulk Store. Bulk store adalah toko yang menjual bahan makanan dan produk refill, sehingga kita hanya tinggal membawa wadah sendiri dan tanpa packaging yang akan menjadi sampah. Kalau tokoh-tokoh Zero Waste di luar negeri cukup menarik karena mereka ada Bulk Store dan rata-rata mereka vegan dan bisa makan cuma biji-bijian dsb. Bulk store di Indonesia paling isinya snack curah :"). Nah paling kalau di Indonesia kita harus beralih lagi pada pasar tradisional, dimana kita bisa menyodorkan wadah ke pedagang agar tidak diberikan plastik/bungkus untuk produk yang kita beli. Kalau di supermartket...aduh jangan harap tempat sampah pilahnya kosong ya hihi. Alternatif lain adalah membuat produk makanan sendiri seperti snack, yoghurt, dsb. Semoga makin banyak Bulk Store yang terjangkau lokasinya di Indonesia.
Bulk Store di Luar Negeri (source)
Tahap 5. Membuat Produk Kebersihan Sendiri
Nah, ini menurut saya paling sulit transisinya. Karena, kita terbiasa beli alat kebersihan langsung jadi, seperti sabun, detergen, pembersih dapur dan sebagainya. Belum lagi kalau sudah cocok dengan produknya, masalah gengsi, dan sebagainya. Namun, selain mereka hadir dalam kemasan yang bisa menjadi sampah, ternyata mereka juga berbahaya bagi pencemaran lingkungan. Ya, selain memikirkan sampah packaging, ternyata ada juga PR untuk memikirkan sampah limbah, karena justru limbah itulah yang akan diserap tanah dan air yang akan berputar menjadi air yang kita minum atau gunakan sehari-hari. Di tahap ini, kita mulai membuat produk kebersihan sendiri seperti moisturizer, makeup, cairan pembersih dari EcoEnzyme, deterjen alami dari lerak atau pakai eco-laundry ball, dan sebagainya. Itu semua bisa dilakukan! Berbagai resep pembuatanya sudah bertebaran di internet, hanya tinggal kemauan dalam diri kita saja.
**
Setelah dievaluasi, sepertinya saya baru mencapai tahap ke 2, mengganti produk sekali pakai menjadi sustainable. Tapi tidak apa-apa nanti saya berusaha untuk meraih tahap-tahap selanjutnya. Targetk saya adalah sudah Zero Waste bersama suami saya di akhir tahun 2018, karena di bulan Januari InsyaAllah sudah kedatangan anggota baru di keluarga, aamiin :) Jadi ketika sudah terbiasa untuk ber Zero Waste, akan mudah menerapkan Zero Waste kepada orang lain juga.
Terakhir, dukungan itu penting. Pernah beberapa kali saya down dan ingin menyerah karena suami saya bilang saya ribet, atau banyak sampah-sampah suami saya yang harus saya pilah, atau menolak bawa food container ketika ingin membelikan makanan. Apalagi dengan saya sedang hamil jadi lebih moody dan lebih mudah lelah. Tapi karena saya percaya saya melakukan hal yang baik, saya tetap semangat. Saya sebenarnya heran, kenapa sekarang malah semangat melakukan hal ini, apa ini dorongan dari dedek dalam perut? (Semoga kamu akan jadi anak sholeh/sholehah yang peduli dengan lingkungan sekitarmu ya, nak :)
Setelah dievaluasi, sepertinya saya baru mencapai tahap ke 2, mengganti produk sekali pakai menjadi sustainable. Tapi tidak apa-apa nanti saya berusaha untuk meraih tahap-tahap selanjutnya. Targetk saya adalah sudah Zero Waste bersama suami saya di akhir tahun 2018, karena di bulan Januari InsyaAllah sudah kedatangan anggota baru di keluarga, aamiin :) Jadi ketika sudah terbiasa untuk ber Zero Waste, akan mudah menerapkan Zero Waste kepada orang lain juga.
Terakhir, dukungan itu penting. Pernah beberapa kali saya down dan ingin menyerah karena suami saya bilang saya ribet, atau banyak sampah-sampah suami saya yang harus saya pilah, atau menolak bawa food container ketika ingin membelikan makanan. Apalagi dengan saya sedang hamil jadi lebih moody dan lebih mudah lelah. Tapi karena saya percaya saya melakukan hal yang baik, saya tetap semangat. Saya sebenarnya heran, kenapa sekarang malah semangat melakukan hal ini, apa ini dorongan dari dedek dalam perut? (Semoga kamu akan jadi anak sholeh/sholehah yang peduli dengan lingkungan sekitarmu ya, nak :)
Apakah ada yang sedang atau sudah memulai Zero Waste? Share dong, menurut teman-teman pembaca, sedang ditahap yang mana kah?
No comments
Post a Comment